TUGAS PERTEMUAN KE-8 KEJAHATAN DAN KORUPSI PADA KORPORASI

 

TUGAS MAKALAH ETIKA BISNIS PERTEMUAN KE-8

KEJAHATAN DAN KORUPSI PADA KORPORASI

 




Disusun oleh :

Siti Nur Nislakh F.                Semester 4                  01219063        Manajemen

 

Dosen :

HJ.I.G.A.Aju Nitya Dharmani SST,SE,MM

 

 

 

 

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NAROTAMA

SURABAYA

2021



BAB I

PENDAHULUAN

 

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, hal tersebut dikarenakan tindak pidana korupsi sebagai Extra ordinary crime yang menimbulkan kerugian Negara, menghambat pertumbuhan Negara dan menyengsarakan rakyat. Sehingga, sejak reformasi di gulirkan di Indonesia hal ini mendapat sorotan dari berbagai pihak atau dapat dikatakan bahwa masalah korupsi mendapat prioritas utama untuk diberantas.

Seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana korupsi juga semakin berkembang di berbagai sektor. Dimana tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan oleh orang perseorangan saja melainkan juga badan hukum atau korporasi, Indonesia telah memasuki dimensi baru dalam kejahatan korporasi yaitu kolusi antara pemegang kekuasaan politik (politic power) dengan pemegang kekuasaan ekonomi (economic power). Kolusi yang dimaksud di sini adalah permufakatan jahat antara pengusaha dengan birokrat untuk melakukan perbuatan yang melawan hukum. Kolusi tersebut dilakukan melalui lobi politilk, kontrak pemerintah, suap dan usaha pengusaha untuk mempengaruhi keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Tentu saja penyalahgunaan kekuasaan tersebut tidak hanya merugikan Negara secara ekonomi tetapi juga membawa kerugian non ekonomi yang besar berupa hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pengusaha dan birokrat.

Salah satu dari bentuk kolusi tersebut adalah adalah suap yang dilkukan oleh pengusaha kepada birokrat untuk menggolkan kehendak para pengusaha yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih banyak bagi korporasi yang dimilikinya. Suap di Indonesia dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) .

 Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi merupakan fenomena yang berkembang pesat saat ini, tindak pidana tersebut dilakukan dengan berbagai modus untuk melanggar ketentuan hukum yang berlaku dengan tujuan menguntungkan korporasi. korporasi diatur sebagai subyek hukum dalam tindak pidana korupsi dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 1 angka 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hal tersebut telah memberikan kesempatan kepada para penegak hukum untuk membebankan pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi dalam perkara tindak pidana korupsi. Meskipun banyak menimbulkan perdebatan mengenai penempatan korporasi sebagai subyek tindak pidana, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah menempatkan korporasi sebagai subyek hukum bersama dengan manusia. Hal ini dilakukan sebagai reaksi dari adanya kolusi antara politic power dengan economic power yang faktanya semakin merugikan perekonomian Negara.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan seperti itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang buruk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan dibawah kekuasaan jabatannya .

Korupsi merupakan penyakit yang telah menjangkit negara Indonesia. Layaknya penyakit, orupsi ini harus disembuhkan agar tidak menyebar ke bagian tubuh yang lainnya. Terhadap bagian tubuh yang sudah membusuk dan tidak bisa diselamatkan lagi, maka bagian tubuh itu harus diamputasi agar virus tidak menyebar ke bagian lainnya yang dapat membahayakan jiwa si penderita. Demikian juga dengan tindak pidana korupsi ini . Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi.

Tindak pidana korupsi (Tipikor) merupakan pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat, baik ekonomi maupun sosial. Tindak pidana korupsi pun tidak lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes), melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa (extra-ordinary crimes).

Akibat dari korupsi, penderitaan selalu dialami oleh masyarakat, terutama yang berada dibawah garis kemiskinan. Adapun unsur-unsur dominan yang melekat pada tindakan korupsi tersebut adalah sebagai berikut:

1.       Setiap korupsi bersumber pada kekuasaan yang didelegasikan (delegated power, derived power). Pelaku-pelaku korupsi adalah orang-orang yang memperoleh kekuasaan atau wewenang dari perusahaan atau negara dan memanfaatkannya untuk kepentingankepentingan lain.

2.      Korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari pejabatpejabat yang melakukannya.

3.      Korupsi dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, link, atau kelompok. Oleh karena itu, korupsi akan senantiasa bertentangan dengan keuntungan organisasi, kepentingan negara atau kepentingan umum.

4.       Orang-orang yang mempraktikkan korupsi, biasanya berusaha untuk merahasiakan perbuatannya. Ini disebabkan karena setiap tindakan korupsi pada hakikatnya mengandung unsur penipuan dan bertentangan dengan hukum.

5.      Korupsi dilakukan secara sadar dan disengaja oleh para pelakunya. Dalam hal ini tidak ada keterkaitan antara tindakan korup dengan kapasitas rasional pelakunya. Dengan demikian, korupsi jelas dapat diberkan dari mal-administrasi atau salah urus .

Kelihaian manusia untuk menghindari sistem yang dirancang untuk melinddungi integritas lembaga dan proses tampak tidak ada habishabisnya. Bila dibiarkan saja dan tidak dibendung, korupsi kemungkinan besar akan meningkat. Hal tersebut diakibatkan oleh rasa malu yang sudah kian menjadi barang langka di negeri ini

 

Contoh kasus :

    KPK telah menetapkan PT DGI menjadi tersangka tindak pidana korporasi dalam pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010. Penetapan ini merupakan pengembangan dari penyidikan perkara yang sama dengan tersangka sebelumnya, yaitu Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi (DPW) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Universitas Udayana Made Meregawa (MDM).

    Wakil Ketua KPK Laode M Syarif  sebelumnya mengatakan, PT DGI yang telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjineering diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang ain atau suatu korporasi. "Nilai proyek sekitar Rp 138 miliar," kata Syarif. Diduga telah terjadi kerugian negara sekitar Rp25 miliar dalam pelaksanaan proyek rumah sakit tersebut.

    PT DGI disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

    Syarif menegaskan penetapan pidana korporasi tersebut menjadi terobosan baru bagi KPK. Menurut dia, dengan terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi beberapa waktu lalu semakin meyakinkan KPK untuk menyidik korporasi sebagai subjek tindak pidana korupsi.

    Hal tersebut, kata dia, atas dasar bahwa korporasi dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana dan sebagai sarana untuk menyembunyikan hasil kejahatan dan dapat pula memperoleh keuntungan dari suatu tindak pidana. "Oleh karena itu, pertanggungjawaban pidana korporasi diperlukan untuk menghentikan keadaan tersebut. Sebagai syarat pemidanaan, tugas penegak hukum harus dapat membuktikan kesalahan korporasi," kata Syarif.

    Dalam perkara pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana itu, kata Syarif, diduga terdapat penyimpangan. "Pertama, rekayasa dalam penyusunan Harga Perkiraan Sementara (HPS)," katanya. Kedua rekayasa dalam proses tender dengan mengkondisikan PT DGI sebagai pemenang tender.

    Ketiga, aliran dana dari PT DGI kepada perusahaan lain dan dari perusahaan Nazaruddin (mantan Bendara Umum Partai Demokrat) pada PPK dan panitia. "Berikutnya lagi atas dugaan kemahalan satuan harga dengan pemerintah membayar lebih tinggi," kata Syarif. Dengan alasan itu penyidik KPK merasa perlu menyatakan korupsi ini sebagai kejahatan korporasi.


DAFTAR PUSTAKA

 

Darwan Prints, 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , Bandung, PT Citra Aditya Bakti,hlm. 2.

David R. simons dan D. Stanley eitsen, 1986, Elite Deviance, Boston, Ally and Bacon inc, hlm.232.

Evi Hartanti, op.cit., Hlm. 8-9.

Ibid, Hlm. 170-171

Jawade Hafidz Arsyad, 2017, op.cit., Hlm. 169-170

Jawade Hafidz Arsyad, 2017, op.cit., Jakarta: Sinar Grafika, Hlm. 3

Robert Klitgaard, 2001, Membasmi Korupsi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Hlm. 31.

Sudarsono, 2009, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, Hlm. 231.

https://nasional.tempo.co/read/894432/kejahatan-korporasi-pt-dgi-kpk-telisik-juga-pt-nusa-konstruksi/full&view=ok

 https://kppu.go.id/


#narotamajaya

#suksesituaku

#febbisnismudanarotama

#generasiemas

#thinksmart

#bangganarotama

Komentar

Postingan populer dari blog ini

cek